Kamis, 10 November 2011

Merokok Itu Haram




Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sekitar 238 juta jiwa turut berpotensi menjadi penyumbang angka korban kematian akibat merokok diseluruh dunia. Pun, banyak pihak berharap dengan adanya keputusan fatwa haram rokok ini, Indonesia yang memiliki prosentase penduduk beragama islam 87% atau sekitar 185 juta sekitar dari total jumlah penduduk, dapat menekan angka kematian akibat 



merokok.




Setelah melalui berbagai permusyawarahan yang alot,

Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengeluarkan fatwa haram untuk mengonsumsi merokok khusus bagi wanita hamil, anak dan remaja yang masih dibawah usia dewasa serta praktisi MUI pada khususnya.

Keputusan yang mengundang ragam tanggapan pro dan kontra ini dikeluarkan setelah sidang pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III di aula Perguruan Diniyyah Puteri, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Minggu (25/1/2009) yang dihadiri sedikitnya sekitar 700 ulama se-Indonesia.

Pun dalam kesempatan lain Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin pernah mengemukakan, telah banyak pihak yang mendesak akan realisasi keputusan fatwa haram pada rokok ini, diantaranya dari Lembaga Swadaya Masyarakat Anti Rokok, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Forum DPR, Perempuan Tanpa Tembakau serta tidak ketinggalan Departemen Kesehatan.

Sudah jelas sekali dalam tinjauan aspek kesehatan, sedikitnya terdapat 100 lebih penelitian –bahkan lebih- yang mengemukakan potensi bahaya merokok sejak belasan tahun lalu. Secara tidak langsung, tinjauan medis sudah menyatakan rokok sama sekali tidak membawa manfaat kepada tubuh manusia.



Kontra Pendapat

Bukan berarti keputusan ini berakhir manis disambut hangat mayoritas masyarakat, tidak sedikit pula yang menentang keputusan fatwa MUI ini. Tak pelak lagi, berbagai kritik terlontar dari berbagai pihak.

Salah satu kritik pedas datang dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW-PKB) Jawa Tengah Abdul Kadir Karding di Semarang. “Saya yakin fatwa MUI tidak akan dilaksanakan oleh masyarakat dan itu akan menurunkan kredibiltas serta eksistensi MUI sendiri,” katanya.

Menurut beliau, merokok sudah jelas hukumnya yakni makruh dan tidak perlu dipersoalkan lagi lebih jauh dengan adanya fatwa haram. Lebih lanjut beliau mengemukakan, fatwa MUI seharusnya didasarkan pada unsur kepentingan masyarakat luas bukan sekadar pesanan internasional atau kepentingan kelompok tertentu.

“Kita harus mengingat bahwa banyak masyarakat yang bergantung pada rokok seperti Kudus, Temanggung, Kendal, dan beberapa daerah lainnya,” imbuhnya.

Bahkan Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo pernah menilai, fatwa haram pada rokok cenderung tidak proporsional, disamping yang notabene pengendalian rokok memang dipandang mutlak diperlukan.

Menurut Siswono, MUI harus mempertimbangkan 6,1 juta orang yang hidup dari tembakau, mulai dari proses penanaman tembakau hingga pemasaran industri rokok. “Apalagi sekarang ini dunia sedang krisis dan akan makin banyak PHK, kalau muncul fatwa haram, maka akan banyak orang ter-PHK,” imbuh Siswono.

Siswono menambahkan, walaupun tembakau bukanlah komoditas industri agrari yang luas secara teritori di Indonesia, tembakau sudah ditanam secara turun menurun di Indonesia. Tidaklah mudah bagi petani tembakau untuk beralih atau bertani tanaman lainnya dalam kurun waktu yang singkat.

Tanggapan senada juga keluar dari Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemizan. Dimana dalam hal ini, Soemizan menghimbau MUI untuk mempertimbangkan fatwa tentang rokok. Pasalnya, 95 persen dari 6,2 juta pekerja di pabrik rokok adalah umat Islam.

Sementara keputusan fatwa haram konsumsi rokok dikhususkan pada wanita hamil, anak dan remaja yang masih dibawah usia 17 tahun serta segala bentuk aktifitas merokok ditempat umum. Diagendakan keputusan ini akan diberlakukan secara keseluruhan pada seluruh umat muslim di Indonesia.

Namun untuk mengurangi dampak gejolak sosial yang dapat timbul di antara masyarakat Indonesia. Maka fatwa haram pada rokok diputuskan bersifat parsial dan bertahap.

Karena tidak seperti dengan mudahnya Arab Saudi yang memfatwakan haram untuk rokok sejak tahun 1960-an. Di Indonesia, MUI telah mempertimbangkan akan eksistensi buruh yang bergantung pada produsen industri tembakau yang tersebar di seluruh Indonesia.

sumber: klikdokter

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes